Jumat, 13 Februari 2009

Keluarga,..

“The place where someone still thinks of you, that’s called home …”

Apa pandanganmu mengenai sebuah keluarga? Apakah ia institusi terkecil dimana masyarakat mulai dibentuk? Tempat memadu kasih antara dua insan? Keluarga ibarat sebuah kata yang kokoh. Ketika kita mengucapkanya ada kasih sayang, ada tanggung jawab, ada canda, ada tawa. Keluarga sebuah bahtera yang harus dijalankan oleh manusia dalam fase tertentu dalam hidupnya. Sebagai seorang hamba yang dicipta sempurna keluarga adalah pelengkapnya. Karena membangun keluarga adalah sunah nabi kita, perintah Allah dan penyejuk hati kita. Seberapa gembira kita, seberapa sengsara kita semuanya tidak akan lengkap tanpa adanya keluarga disisi kita. Tempat dimana orang-orang yang kita sayangi berkumpul, tempat untuk kembali, tempat untuk berbagi.

Keluarga tak hanya sekedar hidup bersama, lebih dari itu adalah tim yang solid. Saling melengkapi satu sama lain, saling mengingatkan, dan saling bekerjasama. Saling melengkapi dalam setiap kekurangan baik fisik ataupun personality. Setiap individu telah dibekali Sang Pencipta dengan dua kecenderungan. Cenderung pada keburukan atau cenderung pada kebaikan.

Sebagian orang berpendapat tentang sifat manusia ini terbagi menjadi 4 karakter dasar. Apakah dia seorang sanguine, melankolis, korelis, atau plegmatis. Pembagian ini kali pertama diungkapkan si mbahnya ilmu filsafat aristoteles. Mereka yang suka dengan pembagian ini kadang terlalu runyam dengan memberikan statemen mengenai masalah perjodohan, karier, dan spesialisasi. Walaupun dalam beberapa kasus benar adanya tapi menurut saya itu terlalu sembrono dengan mengesampingkan aspek “Who the men is? Or what the human being is?” manusia adalah makluk yang komplek. Penulis lebih suka memahami bahwa setiap manusia dilahirkan kedunia penuh dengan keunikan. Masing-masing kita dibekali dengan kecenderungan pada kebaikan atau pada keburukan. Dan kita dikaruniai akal untuk membedakan yang baik dan yang buruk. Maka tugas kita adalah mengenali yang baik dan berusaha cenderung padanya dan mengenali yang buruk dan berusaha menjauhinya sekuat tenaga. Dengan pemahaman seperti ini menurut saya, kita akan lebih optimis menghadapi hidup tanpa terjerembab tuduhan kosong orang yang bilang “kamu tidak cocok kerja disitu karena sifatmu yang melo ndak kan pernah bisa..” atau “ kalo calon suamimu orang sanguine, kalian ndak akan pernah cocok…”. Ingatlah “A person grow up when he’s able to overcome hardships…”. Dengan begitu pula kita bisa memahami si dia dengan baik, melengkapi kekuranganya. Dan sebaliknya.

Kecenderungan buruk yang muncul :rasa malas, negative thinking, pesimisme, emosional, dan kemarahan. Sangat mengganggu produktifitas kita. Sebagai individu sendirian ketika hal itu muncul tidak ada yang mengingatkan, menenangkan, berbagi dengan kita. Namun sebagai couple, seperti neraca timbangan, akan selalu ada yang menyeimbangkan. Si dia tentu tidak akan membiarkan soulmate-nya terpuruk dalam inproduktifitas. Itulah tim.

E=m.c². Dua atom yang saling bertumbukan menghasilkan energi yang mahadasyat. Teori tumbukan atom dengan interface yang tepat dan energi stimulus yang tepat akan menghasilkan letupan energi hebat. Dua individu dengan latar belakang berbeda, tidak pernah ‘tersentuh’, memendam momentum energi yang luar biasa. Institusi yang baik dan sehat dapat mengeluarkan segala potensi yang telah dititipkan oleh-Nya pada kita. Tim yang solid, keluarga yang sehat seharusnya mampu melakukannya. Setiap anggota keluarga mampu terdorong untuk melakukan perbaikan terus-menerus, dinamis, produktif, professional, terus memacu. Keahlian kepemimpinan, komunikasi, terbuka, sangat diperlukan sebagai pemicu prosesnya.

Itulah keluarga!.

Sebuah Renungan

“Born to be loser ??

or

To overcome hardships, beginning the bigger!!”

Sudah sekian lama pertanyaan itu mulai mengganguku lagi. Siapa diriku sebenarnya? Manusia lahir tanpa potensi kebaikan..selalu mengikuti aliran air tanpa berusaha membuat arusnya sendiri,.tanpa menambah kecepatan mengalir,.larut..memang bener-bener larut dalam air itu bahkan seandainya air itu dimasuki tahi kebo pun ikut hanyut juga. Kesulitan demi kesuliatan silih berganti seperti bolot dibadan yang tak mau hilang.

Mulai waktu kecil tidak punya sedikitpun barang mainan hanya dapat mengumpulkan mainan bekas dari tetangga yang sudah jelek, rusak, atau gratisan. Sering diejek kawan-kawan karena sama sekali tidak mahir dalam hal apapun, main entek-patil lele selalu kalah, kalo sepak bola dalam tim ada saya jadi kalah, kasti, voli, dalam setiap permainan yang dalam tim selalu aja tersingkir. Walaupun prestasi akademisku paling bagus dengan selalu menjadi juara satu tapi itu justru menjadikanku dijauhi kawan-kawan.

Trauma keluarga atas kekerasan yang terjadi dirumah menjadikanku menjadi sosok yang pendiam. Kasih sayang keluarga yang selalu didapatkan anak-anak seusiaku tidak atau jarang ku dapatkan. Sehingga dalam masa kanak itu ada dan bahkan sampai sekarang dewasa ku alami penyakit jiwa dengan gejala sering bicara sendiri membayangkan sesuatu kejadian bahkan kadang terbawa dalam gerakan fisik. Ku tak tahu istilah dalam kejiwaannya.

Menginjak SMP prestasiku tidak turun-turun artinya bakalan dijauhi sama teman-teman lagi. Untungnya pada waktu itu keaktifanku dipramuka melatihku menjadi lebih bisa mandiri, percaya diri dan tangguh. Namun sama saja sering setiap ngobrol dengan teman selalu aja tidak ada yang enak dan menjadi sahabat tempat bermain dan berkumpul. Ku menjadi anak yang kaku dan penyendiri walaupun tidak jarang guyon dengan kawan namun itu kaku tidak ada curhat dan hubungan yang lebih emosionil, kaku.

Menginjak masa SMU rupanya bolot ini belum juga ilang. Ketidak mampuanku untuk menjalin teman dan menjaganya sungguh tragis.Dimasa SMU ini kalo ku ingat sekarang tidak ada teman yang dekat denganku kecuali hadi. Masa SMU kata orang masa indah ternyata belum kurasakan..walaupun sekolah SMU pada masa itu pikiranku tidak pernah di sekolah tapi di pondok kidul kalen pak mis. Pada umur itu ku habiskan semua kegersanganku akan ilmu agama di pondok gubug itu. Karenanya teman SMUpun tak juga ku peroleh. Kawan dekat, kawan bermain, kawan yang lebih emosionil.

Kesalahan terbesarku disini kawan, pada masa-masa orang sangat membutuhkan perhatian masa menginjak dewasa tidak ada satu orang yang dekat tempat curhat dan menggungkapkan keluh kesah. Pelajaran pertama, anak-anakmu, adik-adikmu, pada masa-masa puber perhatikan, dengarkan dan bicaralah jadilah “TEMAN”. Kedua, jangan pernah berpikir kamu sendirian di dunia ini, begitu banyak hal yang berharga, pengalaman hidup terbuang sia-sia, tanpa bisa dibagi, karena itu keluarlah dari sarang-mu, jadilah teman, dan SHARE pada dunia.

……………………………

Penggalan kisah kawan lamaku ini, si boy , adalah penggalan kisah sejuta makna karena…ia sekarang…saat ini…telah menjadi “ORANG BESAR”

Kamis, 12 Februari 2009

favicon